Koperasi Desa Merah Putih Sangkanjaya: Semangat Swadaya Warga Lansia Menembus Kemandirian Ekonomi


Koperasi Desa Merah Putih Sangkanjaya: Semangat Swadaya Warga Lansia Menembus Kemandirian Ekonomi
Di tengah keterbatasan akses dan infrastruktur yang mengisolasi, semangat gotong royong membara di hati warga Desa Sangkanjaya, melahirkan sebuah inisiatif kolektif transformatif: Koperasi Desa Merah Putih. Dibentuk melalui Musyawarah Khusus (Musdesus) yang sarat makna di Balai Desa pada Kamis, 22 Mei 2025, koperasi ini menjadi unik karena digerakkan mayoritas oleh para orang tua, garda terdepan yang bertekad membangun kemandirian ekonomi di tengah gelombang generasi muda yang memilih merantau.
Musyawarah Khusus Desa (Musdesus) yang menjadi tonggak sejarah pendirian Koperasi Desa Merah Putih berlangsung sederhana namun khidmat. Di Balai Desa Sangkanjaya, dengan fasilitas apa adanya—kursi-kursi plastik yang tertata rapi mengelilingi meja dan papan tulis tua sebagai saksi bisu—puluhan warga, dengan wajah-wajah yang telah ditempa waktu dan kerja keras, berkumpul. Diskusi berjalan alot namun konstruktif, diwarnai pandangan dan harapan untuk masa depan ekonomi desa yang lebih baik. Bukan sekadar rapat formal, forum ini adalah perwujudan tekad kolektif untuk mengubah nasib.
"Kami sadar sepenuhnya, jika hanya berpangku tangan menunggu bantuan dari luar tanpa usaha mandiri, desa kami tidak akan pernah bergerak maju secara signifikan,” ujar Abdul Mubarok, Sekretaris Desa Sangkanjaya, yang hadir mewakili Kepala Desa, H. Jaelani, saat membuka Musdesus.
“Dengan koperasi ini, semangatnya adalah menciptakan perputaran ekonomi yang sehat dan berkelanjutan, dari warga, oleh warga, dan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan warga Sangkanjaya."
Dalam Musdesus tersebut, secara aklamasi juga telah dipilih susunan pengurus inti sementara, dengan Bapak Karsijan, seorang petani senior yang dihormati, didapuk sebagai Ketua, Ibu Sutinah sebagai Sekretaris, dan Bapak Marwan sebagai Bendahara, yang kesemuanya merupakan tokoh masyarakat berusia matang.
Desa Sangkanjaya, yang terhampar di kawasan perbukitan nan subur namun terpencil, seolah menjadi etalase tantangan klasik pembangunan pedesaan. Aksesibilitas menjadi kendala utama; satu-satunya pintu masuk dan keluar desa adalah sebuah jembatan gantung yang membelah sungai deras, hanya mampu dilintasi oleh kendaraan roda dua dengan kewaspadaan ekstra.
"Jangankan mobil, saat musim hujan dan debit sungai naik, jembatan ini pun kadang membuat was-was," tutur seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Implikasinya luas: biaya transportasi hasil bumi menjadi mahal, dan akses terhadap barang kebutuhan dari luar desa pun terbatas. Status sebagai desa yang dikategorikan tertinggal diperparah dengan infrastruktur dasar yang belum optimal. Listrik seringkali mengalami pemadaman bergilir, dan sinyal telekomunikasi seluler menjadi barang langka yang hanya bisa dijangkau di titik-titik tertentu.
“Kebanyakan generasi muda di sini memilih merantau. Tetapi semangat warga yang masih bertahan di desa tak surut untuk membangun,” ungkap Abdul Mubarok. Kondisi ini, alih-alih memadamkan semangat, justru menjadi pupuk bagi tumbuhnya benih kemandirian melalui Koperasi Merah Putih.
Fenomena "grey power" atau dominasi generasi senior menjadi ciri khas yang paling menonjol dari Koperasi Merah Putih. Di saat banyak desa mengandalkan kaum muda sebagai inovator, di Sangkanjaya justru para sesepuh yang mengambil peran sentral. Bapak Karsijan (65), yang baru saja terpilih sebagai Ketua Koperasi, dengan mata berbinar menyatakan, “Usia boleh bertambah, tapi semangat untuk membangun kampung halaman tidak boleh padam. Kami yang tua-tua ini mungkin tidak secepat anak muda dalam bergerak, tapi kami punya pengalaman dan tekad.”
Para orang tua ini adalah saksi hidup perubahan zaman, merasakan pahit manisnya bertani dengan segala keterbatasan. Kepergian generasi muda untuk merantau, meski berat, dipandang sebagai sebuah realitas yang harus dihadapi dengan solusi kreatif.
"Ibarat kata, yang muda pergi mencari rezeki untuk masa depan mereka, kami yang tua ini bertugas menjaga api di tungku agar tetap menyala, menjaga warisan dan memastikan desa ini tetap hidup dan berkembang," ujar Ibu Sutinah (60), Sekretaris Koperasi terpilih, seorang ibu rumah tangga yang juga aktif dalam kegiatan PKK desa. Semangat mereka menjadi inspirasi, membuktikan bahwa kontribusi tidak mengenal batas usia.
Koperasi Merah Putih tidak hanya dirancang sebagai entitas bisnis semata, tetapi sebagai jantung baru perekonomian desa. Visi utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat Sangkanjaya secara keseluruhan melalui pengelolaan potensi desa yang berkelanjutan. Beberapa program kerja awal yang telah dirumuskan antara lain:
- Pengelolaan Hasil Pertanian Terpadu: Koperasi akan menjadi pusat pengumpulan hasil panen utama desa seperti palawija (singkong, ubi, jagung), sayur-mayur organik khas pegunungan, dan buah-buahan lokal. Dengan adanya penampungan bersama, diharapkan posisi tawar petani meningkat dan praktik ijon atau penjualan ke tengkulak dengan harga rendah dapat diminimalisir. “Dengan koperasi, kami bisa beli pupuk dan bibit bareng-bareng, harganya lebih murah. Kami juga tidak perlu lagi jual hasil panen ke luar desa dengan harga yang mungkin ditekan tengkulak,” ujar seorang petani palawija yang hadir dengan antusias dalam Musdesus tersebut.
- Pengadaan Sarana Produksi Pertanian (Saprodi) dan Sembako Bersama: Pembelian pupuk, bibit unggul, dan kebutuhan pokok (sembako) akan dilakukan secara kolektif melalui koperasi. Skala pembelian yang lebih besar diharapkan mampu menekan harga beli, sehingga meringankan beban pengeluaran anggota.
- Layanan Simpan Pinjam Produktif: Akan dikembangkan unit simpan pinjam dengan skema bunga yang ringan dan syarat yang tidak memberatkan, terutama untuk modal usaha produktif skala kecil dan kebutuhan mendesak anggota.
- Pengembangan Produk Olahan Lokal: Ke depan, koperasi berencana untuk memberikan pelatihan dan pendampingan bagi warga, khususnya ibu-ibu, untuk mengolah hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah, seperti keripik singkong aneka rasa, manisan buah, atau jamu tradisional. Modal awal koperasi direncanakan berasal dari simpanan pokok dan simpanan wajib anggota, yang besarannya telah disepakati bersama dalam Musdesus, menunjukkan komitmen swadaya murni dari masyarakat.
Nama "Merah Putih" yang disematkan pada koperasi ini sarat akan makna filosofis dan patriotik. Kepala Desa Sangkanjaya, H. Jaelani, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Sekretaris Desa, menekankan bahwa nama ini adalah cerminan dari jiwa masyarakat Sangkanjaya.
“Kami ingin desa ini dikenal karena semangat warganya. Biar terpencil, kami tetap Merah Putih,” demikian kutipan pesan H. Jaelani. Nama ini diharapkan menjadi pengingat konstan bagi pengurus dan anggota untuk selalu mengedepankan kepentingan bersama, menjaga integritas, dan bekerja keras demi kemajuan desa, sebagai wujud cinta tanah air dalam skala mikro namun berdampak nyata.
Pembentukan Koperasi Merah Putih pada 22 Mei 2025 adalah langkah awal dari sebuah perjalanan panjang. Para pengurus dan anggota menyadari sepenuhnya bahwa berbagai tantangan telah menanti. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia pengelola koperasi, terutama dalam hal manajemen keuangan, pemasaran, dan tata kelola organisasi yang profesional, menjadi pekerjaan rumah utama. Selain itu, membangun kepercayaan anggota secara berkelanjutan dan memastikan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat juga krusial.
"Kami tahu ini tidak mudah. Mengelola koperasi butuh kejujuran, transparansi, dan kerja keras tanpa henti," ujar Bapak Marwan (62), Bendahara terpilih.
"Tapi melihat antusiasme warga hari ini, kami optimis bisa mengatasi semua tantangan bersama-sama." Pemerintah desa juga berkomitmen untuk memberikan dukungan fasilitasi dan pendampingan semaksimal mungkin, seraya berharap inisiatif murni masyarakat ini dapat menarik perhatian dari pihak luar, termasuk pemerintah kabupaten atau provinsi, untuk turut membantu pengembangan infrastruktur pendukung.
Di tengah panorama pegunungan Sangkanjaya yang elok namun menyimpan tantangan isolasi, kini telah tersemat sebuah harapan baru. Koperasi Desa Merah Putih bukan hanya sekadar sebuah lembaga ekonomi, tetapi telah menjadi monumen semangat juang, kemandirian, dan gotong royong warga senior yang menolak menyerah pada keadaan.
Dari balik kesederhanaan Balai Desa dan kokohnya jembatan gantung yang menjadi saksi, Sangkanjaya mengirimkan pesan kuat bahwa kemajuan dapat dirintis dari mana saja, oleh siapa saja, selama ada tekad dan kebersamaan. Kisah Koperasi Merah Putih ini diharapkan tidak hanya membawa perubahan positif bagi warga Sangkanjaya, tetapi juga mampu menginspirasi desa-desa lain di penjuru negeri yang menghadapi problematika serupa, bahwa di setiap keterbatasan, selalu ada celah untuk bangkit dan mengibarkan panji kemandirian.